Sudah menjadi hal klasik, ada pihak lawan dan kawan di balik setiap keputusan. Apalagi di sini melibatkan berbagai komponen yang...
Mengutip liputan mading KaDe ‘Gaung’ dengan pembahasan senada. Mantan Ketua BPM, Uswatun Hasanah, memaparkan proses pengambilan keputusan adanya BEM saat Musang BKM (28/2) lalu, “Agenda Musang BKM itu pertama, pembacaan LPJ BKM, kedua, pembahasan AD-ART berikutnya, dan GBHO (Garis Besar Haluan Organisasi). Kita mengundang seluruh perwakilan mahasiswa, khususnya dari UKM dan HMJ. Sosialisasi juga kita udah jor-joran, (dibaca_maksimal). Tapi, yang dateng juga sedikit. Dan akhirnya, karena banyak aspirasi dari mahasiswa juga yang kita dengar tentang pengen adanya BEM di FSSR, maka disepakati dalam forum adanya penggantian ormawa BKM menjadi BEM dan dibentuknya tim formatur.”
Tugas berat fakultas merebut hati pihak kontra lewat sosialisasi perlahan. Salah satunya lewat tim formatur yang dipasrahi semua strategi promosi BEM. Tim formatur adalah mahasiswa tangan kanan pihak fakultas, sampai rapat terakhir dipangkas menjadi 12 orang. Kini, justru dibuka lowongan tim formatur untuk menangani semua masalah peralihan ke BEM.
Kembali pada kendala pro dan kontra pembentukan BEM di FSSR, ‘Dukungan’ dan bimbingan dari pihak birokrasi Fakultas lebih mengambil peran yang besar khususnya dalam bidang ormawa ini. Sayangnya pihak fakultas merasa tidak ikut campur dan menyerahkan pada mahasiswa dengan hanya memfasilitasi. Kasubbag III FSSR menyatakan, “Pihak fakultas tidak mau terlalu ikut campur masalah BEM, UKM, serta HMJ karena semua adalah milik mahasiswa itu sendiri. Pihak fakultas hanya menyediakan fasilitas seperti gedung seminar, dan lain-lain. Dan semua fasilitas yang ada, termasuk pelayanan pengajaran, dibiayai oleh IOM. Jadi, pihak fakultas merasa tidak ikut campur.”
Meski sempat terjadi beberapa kali adu pendapat antara pihak proBEM dan kontraBEM, mahasiswa seakan-akan dipaksa untuk menerima pembentukan BEM di FSSR. Permasalahan dana pun dikaitkan dengan pembentukan BEM sebagai ormawa yang diakui secara nasional. Setelah melalui perdebatan yang panjang hingga voting yang secara kebetulan menghasilkan suara imbang antara pihak yang pro dan kontra terhadap BEM, mau tidak mau BEM harus terbentuk.
Korelasi yang sangat kuat ditemui antara dana hibah organisasi mahasiswa dan pembentukan BEM. Berkaitan dengan program DIKTI yang memberi hibah khusus untuk kegiatan-kegiatan pengembangan mahasiswa yang menjadi anggota BEM. Dekan FSSR menyebutkan, “Apabila FSSR tidak memiliki BEM, maka mahasiswa jika mengajukan hibah-hibah dari DIKTI tidak akan bisa masuk. Hal ini juga berkaitan dengan instruksi Rektor melalui PR IV agar segera dibentuk BEM dan pembentukan ini pun harus ada SK DK, karena apabila tidak ada, maka proposal yang diajukan dari sastra itu tidak dapat didanai. Dana pendidikan sendiri 25% dari APBN yang ada, hal ini berarti banyak dana yang dialokasikan untuk mahasiswa.”
Terpilihnya Bara Suda Susanto sebagai presiden BEM berdasar pemilihan umum 28 Mei lalu, mengawali kiprah BEM FSSR. Pelantikannya pun masih belum dipastikan waktunya. Kini, BEM diharapkan tak lepas dari fungsinya yaitu sebagai penghubung antara pihak fakultas dan mahasiswa, mengorganisir mahasiswa dalam kegiatan intra maupun ekstrakurikuler, juga turut membantu pihak fakultas mensosialisasikan pengumuman dan program fakultas. (Reporter: Dita, Casandra, Hana)
Farhana Aulia
COMMENTS