Perasaan rindu yang dalam terkadang membuat kebersamaan kian berharga. Perjalanan di ”hutan rimba” yang dulu terbayang kini berubah penuh ke...
Perasaan rindu yang dalam terkadang membuat kebersamaan kian berharga. Perjalanan di ”hutan rimba” yang dulu terbayang kini berubah penuh keceriaan dan harapan menuju keberhasilan.
Terkadang, sesuatu akan lebih berharga jika kita telah jauh darinya. Hal ini lah yang ”seolah” mewakili perasaan para perantau terhadap tanah kelahirannya. Tak jauh beda dengan mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS). Beberapa mahasiswa yang datang ke universitas ini kebanyakan berasal dari luar kota, bahkan luar Jawa. Bagi mahasiswa semester muda biasanya sering rindu suasana daerah asalnya.
Forum Ukhuwah Djakarta Sekitar (FOEDJAS) satu dari organisasi-organisasi perkumpulan mahasiswa sedaerah asal. Komunitas ini sudah ada sejak tahun 1999 sebagai salah satu sarana jejaring dan mengurangi kerinduan akan ibu kota. Dari beberapa anggota ada sebagian yang sebelumnya tak saling mengenal, tetapi justru itu yang membuat perkumpulan seperti ini berbeda. Kebersamaan yang membuat mereka selalu ada. Disadari atau tidak, Community of Klaten (COKLAT), Forum Mahasiswa Ngawi (FORSMAWI) dan beberapa komunitas mahasiswa daerah lainnya telah ikut meramaikan hiruk pikuk kehidupan ”Green Campus” ini.
Layaknya sebuah organisasi formal, mereka pun memiliki struktur pegurusan, anggota dan beberapa agenda bulanan, semesteran dan tahunan. Seperti FOEDJAS yang sering mengadakan suatu pertemuan antar anggota setiap satu bulan sekali untuk membahas agenda kegiatan.
Di sisi lain, banyak mahasiswa asal daerah tertentu yang tidak tertarik untuk menjadi anggota aktif sebuah komunitas daerah asal. ”Saya tidak ikut dalam keanggotaan COKLAT karena menurut saya untuk menjalin ukhuwah dengan teman-teman di klaten tak harus ikut komunitas ini”, ungkap A. Qodir mahasiswa Sastra Inggris ’08. Apatisme seperti itu terlihat ketika rapat yang hanya dihadiri oleh segelintir orang. Tetapi pada event tertentu seperti buka bersama dan mudik bersama banyak diikuti oleh anggota aktif maupun non aktif.
Perang pamflet ketika bulan Ramadhan pun sering terjadi, hampir disetiap papan pengumuman selalu terpampang undangan buka bersama setiap komunitas . Selain itu, tawaran mudik ”bareng” pun ikut menjamur ketika musim liburan tiba. Kegiatan seperti itu seolah menjadi ajang pembuktian eksistensi keberadaan mereka.
Bak seorang perajut, mulai membuat sebuah karya dari sebuah ketelitian, kesabaran dan keyakinan. Seiring berjalannya waktu banyak dari anggota aktif dan non aktif mulai menyadari pentingnya keberadaan komunitas ini bagi kehidupan mereka. ”menurutku ikut komunitas seperti ini lebih banyak suka dari pada dukanya” ungkap Wulan, salah satu anggota Foedjas.
Berawal dari sebuah keraguan, kini beberapa mahasiswa semester muda mulai beranjak dan meyakinkan diri bahwa ia bisa. Menapaki kehidupan kampus dengan penuh semangat muda. Tentunya semua itu tak lepas dari peran mahasiswa sedaerah asal, lewat komunitas maupun secara personal.[]nul
COMMENTS