Esty Dyah Imaniar (ketiga dari kiri), Muhammad Aprianto (keempat dari kiri), Endang Tri Irianingsih (kelima dari kiri), dan Dekan ...
Esty Dyah Imaniar (ketiga dari kiri), Muhammad Aprianto (keempat dari kiri), Endang Tri Irianingsih (kelima dari kiri), dan Dekan FSSR UNS Riyadi Santosa (keenam dari kiri) bersama jajaran dekanat dan tim juri berfoto bersama. |
Reporter: Regina Sari Dewi
Penulis: Trian Lesmana
Seleksi Mahasiswa Berprestasi (Mawapres) FSSR UNS sudah menghasilkan pemenang. Esty Dyah Imaniar (Sastra Inggris/2010) menjadi peringkat I, Muhammad Aprianto (Ilmu Sejarah) peringkat II, dan Endang Tri Irianingsih menempati peringkat III. Selasa pagi (5/3), Dekan FSSR, Drs. Riyadi Santosa, M.Ed., Ph.D. memberikan penghargaan kepada mereka di Ruang Seminar FSSR.
Dalam sambutannya, Agus Dwi Priyanto, S.S., M.Call, selaku koordinator tim juri menjelaskan kriteria penilaian Mawapres. Penilaian Mawapres terdiri dari hasil IPK, karya tulis ilmiah, presentasi, organisasi, dan kemampuan bahasa Inggris aktif maupun pasif. IPK memiliki pengaruh 20% dari total penilaian. “Yang dicari adalah mahasiswa yang bisa mengembangkan softskill dan hardskill,” jelasnya.
Selain mendapatkan uang pembinaan sebesar Rp. 1.000.000 dari fakultas, Esty sebagai peringkat pertama juga akan mewakili FSSR dalam seleksi Mawapres tingkat universitas. Dalam sejarah Mawapres, peringkat terbaik FSSR adalah sebagai runner up tingkat universitas.
Pembantu Dekan (PD) III FSSR, Drs. Soepono Sasongko, M.Sn. berharap tahun ini perwakilan FSSR bisa masuk seleksi nasional. “Juara dua atau syukur-syukur juara satu. Kalau belum sampai sana (seleksi nasional – red) ya belum puas,” tandasnya. Sementara itu, Esty belum memasang target dalam seleksi nasional selanjutnya. “Lihat pemetaan dulu, baru pasang target. Do the best,” ujarnya.
Minim sosialisasi
Hanya 17 dari 33 pendaftar yang mengikuti seleksi Mawapres. Setelah dilakukan penjurian, akhirnya menyisakan 6 peserta dari 6 jurusan; Sastra Jawa, Sastra Indonesia, Sastra Inggris, Ilmu Sejarah, Desain Interior, Kriya Tekstil. Sedangkan Jurusan Desain Komunikasi Visual (DKV), Seni Murni, dan Sastra Arab, tidak mengirimkan wakilnya untuk mengikuti seleksi. “Kegiatan yang sebenarnya positif seperti ini tidak memasyarakat. Artinya tidak semua tahu Mawapres seperti apa. Jadi sosialisasinya masih kurang,” ujar Esty.
Sementara itu, Soepono tidak tahu persis mengapa ketiga jurusan tersebut tidak mengirimkan wakilnya untuk mengikuti seleksi. “Saya belum tahu persis, sebenarnya dari bidang III sudah melakukan sosialisasi,” katanya. Absennya ketiga jurusan tersebut dinilai berimbas pada kurang kompetitifnya seleksi mawapres. Sebagai PD III, Soepono berharap tahun depan semua jurusan ikut mengirimkan wakilnya supaya seleksi semakin ketat, semakin bagus, dan hasilnya semakin berkualitas.
COMMENTS