Peserta Kirab Boyong Kedhaton dari Sanggar Seni Kemasan saat berjalan di Ngarsopuro Sabtu (18/02) Surakarta- Beragam gelaran akbar kembali d...
![]() |
Peserta Kirab Boyong Kedhaton dari Sanggar Seni Kemasan saat berjalan di Ngarsopuro Sabtu (18/02) |
Surakarta-Beragam gelaran akbar kembali dihelat di sudut-sudut strategis Kota Surakarta. Kota yang lebih dikenal dengan sebutan Solo ini tengah merayakan hari jadi ke-272 (17/2) lalu. Mendeklarasikan diri sebagai Kota Budaya, gelaran kebudayaan menjadi hal rutin yang disajikan oleh pemerintah setempat, salah satunya kirab budaya yang diselenggarakan Sabtu (18/02) kemarin. Dimulai dari Lapangan Mangkunegaran pukul 15.43 WIB menuju Kantor Pos di Jalan Jenderal Sudirman, kirab ini diikuti oleh berbagai komunitas dan kelompok baik kebudayaan maupun dari sekolah-sekolah di Solo. Di antaranya Drum Band Pemkot Surakarta, SD Cemara 2, Keraton Kasunanan, Sanggar Seni Kemasan, Etnomusikologi ISI Surakarta, SMK N 8 Surakarta, Solo Membaca, Komunitas Onthel Lawas Surakarta, Komunitas Siteran, Komunitas Hindhu Jogja dan Solo, Komunitas Masyarakat Solo, dll.
Pada perayaan ke-272 tahun ini kirab budaya disajikan dengan istimewa. Pasalnya konsep Boyong Kedhaton yang merupakan cikal bakal Kota Solo untuk kedua kalinya diusung oleh penyelenggara setelah tahun 2015 lalu. Saat ditemui reporter Kalpadruma, Mukhlis selaku Asisten Produksi memaparkan bagaimana konsep dari kirab budaya kali ini sebagai upaya merekonstruksi ulang peristiwa perpindahan Keraton Kartasura ke Desa Sala. “Nah kita mencoba merekonstruksi ulang itu, pertunjukan itu melalui kirab budaya yang kita kasihkonsep Kirab Boyong Kedhaton seperti itu. Jadi memang konsepnya itu nanti kirab jadi nanti Gusti Puger berperan sebagai Pakubuwono II waktu itu, yang nanti juga ikut kirab, terus kemudian nanti ada di jalan koridor Jalan Jenderal Sudirman. Habis itu kita selenggarakan tari kolosal yang memang menceritakan tentang terjadinya Kota Solo”, papar Mukhlis.
Menjadi wahana edukatif sejarah bagi masyarakat merupakan hal utama yang menginisiasi pemilihan konsep Boyong Kedhaton. Jika setiap tahun masyarakat bersedia memperingati hari jadi kota kebanggaannya, hendaknya masyarakatpun mengetahui bahwa dulu ada prosesi demikian yang akhirnya memunculkan Desa/Kota Solo ini. “Kenapa harus milih konsep itu karena memang ini kita menandai ya maksudnya ulang tahun solo kan orang berbicara solo kan pasti kan eh harus melihat sejarah juga ulang tahun solo itu terjadinya keraton solo kota solo ini seperti apa kan memang diawali dari situ, dari Boyong Kedhaton itu yang memang dari kartosuro ke solo, itulah mulai lahir desa solo ini dan menjadi sampai sekarang jadi memang secara tematik ya kita harus sesuaikan itu sebenarnya, kita menyesuaikan itu”.
Sementara itu antusiasme masyarakat yang tinggi terlihat dari banyaknya orang yang setia menunggu persiapan peserta kirab dengan cukup lama. Salah satunya adalah Ana, warga asli Solo yang datang menyaksikan gelaran ini hampir setiap tahunnya. Dapat mengetahui lebih banyak kebudayaan di Solo dan keunikannya menjadi ketertarikan tersendiri baginya. Namun ia menyayangkan ketertiban dari pengunjung yang sangat kurang, seperti pengunjung yang sulit diatur ketika arak-arakan lewat didepannya. Mengenai konsep Boyong Kedhaton sendiri, Ana belum bisa melihat pesan yang disampaikan di awal acara ini. Menurutnya kirab tahun lalu lebih lengkap dan banyak komunitas yang ditampilkan. “Boyong Kedhaton itu cikal bakal Solo ya, ini apa ya, kok kayak nggak nyambung”, ujar Ana seraya tertawa.
Namun sebagai warga Solo ia tetap mengharapkan yang terbaik di hari jadi kota ini. Ia berharap lalu lintas di Solo lebih terarah lagi, karena saat ini Solo sudah seperti Jakarta yang selalu mengalami kemacetan.
Dari Onthel Lawas Hingga Barongsai Tak hanya rekonstruksi ulang sejarah kota Solo, satu persatuan dari keragaman di Solo begitu nampak menarik dari rombongan yang berada di arak-arakan tersebut. Dari usia belia hingga tua, kebudayaan khas Jawa hingga Cina, para wanita berkerudung hingga Komunitas Hindhu Jogja dan Solo, menjadi satu padu di kirab tersebut. Pesan damai pun menjadi kesan tersendiri dari gelaran Kota Budaya ini.
Reporter : Andarini Prihapsari, Kaffa Hidayati
Penulis : Kaffa Hidayati
COMMENTS