Sumber : Google REFLEKSI KARTINI DI MASA KINI Andarini Prihapsari Saat ini sudah tahun ke- 54 sejak Presiden pertama Indonesia, ...
![]() |
Sumber : Google |
REFLEKSI KARTINI DI MASA KINI
Andarini Prihapsari
Saat ini sudah tahun ke- 54 sejak Presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno, menetapkan tanggal 21 April sebagai Hari Kartini. Tidak sedikit dari mereka yang ikut merayakan hari emansipasi wanita itu. Seluruh penjuru bumi Indonesia bersorak gembira atas nama Kartini. Di mana-mana para murid perempuan mengenakan kebaya. Lagu nasional Ibu Kita Kartini diperdengarkan di setiap sudut ruang. Sejarah Kartini dibacakan saat upacara bendera hari Senin. Semua tidak lepas dari pernak-pernik Kartini.
Begitu meriah peringatan hari ibu kita Kartini, bukan? Namun, coba tengok suasana bumi Indonesia setelah beberapa hari kemudian. Kosong. Seolah semua euforia itu hanya bertahan dalam sekian detik.
Membicarakan Kartini, kita tidak akan lepas dari kata emansipasi. Raden Ajeng Kartini atau R.A. Kartini dikenal sebagai pahlawan emansipasi wanita. ‘Emansipasi’ berasal dari kata bahasa Latin, emancipatio, artinya pembebasan dari suatu kukungan atau ikatan. Tak bisa dipungkiri, perjuangan R.A Kartini dalam membuka sejumlah pintu kebebasan untuk para wanita tak dapat dipandang sebelah mata. Atas usaha untuk mencapai cita-citanya, wanita Indonesia saat ini tidak perlu lagi merasakan kesenjangan antar gender. Wanita Indonesia kini dapat dengan bebas menerima hak-hak mereka tanpa ada perbedaan dengan kaum pria.
Berkaca pada masa lalu, keadaan wanita di zaman dahulu sungguh berbeda dengan sekarang. Dimana pada masa itu, hak-hak wanita sangat dibatasi. Seorang wanita dilarang berpendidikan, bekerja, menerima jabatan yang lebih tinggi, maupun menyatakan pendapat. Derajat wanita dianggap lebih rendah dari seorang lelaki. Para wanita seolah hanya berfungsi dalam tiga aktifitas yaitu dapur, sumur, dan kasur. Dari semua itu mulailah keresahan Kartini, bahwa wanita juga seharusnya memiliki hak yang sama dengan kaum pria. Wanita membutuhkan pendidikan untuk bisa maksimal dalam melakukan kewajibannya.
Namun, Hari Kartini tentu tidak saja memperingati R.A. Kartini sebagai tokoh sejarah. Ide dan gagasannya pun perlu kita cermati dan perjuangkan. Mengkutip M Fuad Nasar, melalui metrotvnews, “Dari hari ke hari pada sebagian masyarakat kita merasakan sesuatu yang hilang dari kehidupan, yaitu keteladanan dan kehangatan cinta ibu dalam keluarga modern.” Seperti yang kita tahu, peranan seorang ibu dalam sebuah keluarga itu sangat penting. Tidak hanya masa lalu dan masa sekarang, namun juga di masa mendatang. Ibu merupakan suri tauladan bagi anak-anaknya. Bagaimanapun, anak-anak akan meniru apa yang dilakukan oleh orangtuanya. Maka dari itu, seorang ibu diharuskan memberi contoh dan nasihat baik kepada anak-anaknya.
Di zaman emansipasi sekarang tidak salah bagi kita kaum wanita untuk mengejar pendidikan setinggi-tingginya, bekerja dan mencapai jabatan yang luhur. Namun, kodrat seorang wanita memang diciptakan berbeda dengan kaum pria. Wanita harus siap menerima peran ganda. Bagaimana menjalani kehidupan masyarakat dan pekerjaannya tanpa meninggalkan kodratnya sebagai perempuan? Itulah tantangan yang dihadapi wanita zaman ini. Mereka harus siap dituntut untuk produktif dalam bekerja maupun aktifitas bermasyarakat, akan tetapi mereka dilarang meninggalkan tanggung jawabnya sebagai ‘perempuan’.
Prof. Dr. Hamka dalam buku yang dikutip Solichin Salam (1983), berbagi pandangannya, “Saya menulis dalam Pedoman Masyarakat, kalau Kartini masih hidup sekarang dan melihat wanita-wanita sekarang yang kebarat-baratan dengan pakaian-pakaiannya, dan hanya memakai kebaya setahun sekali waktu Hari Kartini. Apakah itu yang dikehendaki Kartini? Bukankah beliau akan mengumpat? Padahal Kartini justru menganjurkan agar wanita kita kembali pada kepribadiannya sendiri.”
Perayaan Hari Kartini tidak sekadar mengenakan pernak-pernik kebaya dari ujung kepala sampai telapak kaki. Perjuangan Kartini bertujuan agar wanita dapat dengan maksimal dalam mengerjakan kewajibannya. Wanita harus memiliki pendidikan tinggi. Untuk apa? Untuk keluarganya, agar kelak diharapkan mereka bisa mendidik anak-anaknya dengan baik. Ingat! Wanita sebagai pendidik pertama bagi anak-anaknya. Kecerdasan wajib dimiliki seorang wanita. Dengan kecerdasan wanita dapat memilah mana sesuatu yang baik dan mana buruk untuk keluarganya. Kartini tidak pernah mendorong kaum wanita untuk meraih kebebasan dengan meninggalkan kewajibannya sebagai perempuan.
Emansipasi jangan sampai disalahartikan bahwa wanita itu sama dengan pria. Mereka bukan suatu ancaman atau pesaing untuk kaum pria. Emansipasi juga bukan berarti bahwa Indonesia meniru barat. Namun, Kartini menciptakan kesetaraan hak dan menghilangkan kesenjangan antar gender tanpa melupakan ciri khas wanita Indonesia sebagai wanita yang bermoral dan berbudaya. Wanita memiliki peran, hak, dan tanggung jawab baik dalam keluarga, masyarakat, bangsa atau dalam kariernya. Maka dari itu, seorang wanita harus sadar akan kodrat yang dimilikinya.
Sudah saatnya, kita sebagai generasi penerus bangsa mengingatkan dan menjunjung tinggi hak-hak yang dimiliki oleh kaum wanita tanpa melupakan kodratnya sebagai perempuan. Semoga Kartini-kartini masa kini semakin banyak yang bermunculan, bukan sebagai ajang pamer kecantikan melalui kebaya, namun dengan prestasi yang nyata.**
COMMENTS